Jumat, 11 Maret 2016

ABUNAWAS DAN SEBOTOL SUSU






ABU NAWAS DAN SEBOTOL SUSU



Sore itu Raja Harun Al-Rasyid sedang berjalan-jalan menikmati udara senja di sekitar alun-alun kerajaan. Ketika sedang menikmati pemandangan pohon kurma yang tumbuh subur disepanjang pinggiran alun-alun, ia melihat sosok pria yang selama ini terkenal di kerajaannya.

“Hmmm…!!! Mau kemana orang itu?” Dengus Tuan Harun seraya melangkahkan kakinya menghampiri pria tersebut.

Pria itu berwajah jenaka, memakai topi bahan katun, dan ia tak henti-hentinya tersenyum bila bertemu dengan Raja. Pria itu hanya tersenyum lembut ketika melihat Tuan Harun menghampirinya dengan tampang penasaran.

“Abu Nawas! Mau kemana kamu?” Abu Nawas malah bersenandung riang. Tuan Al-Rasyid merasa tersinggung dengan sikap Abu Nawas. Ia menghadang jalan Abu Nawas.

“Oh, Tuanku! Kiranya izinkan saya berjalan karena saya sedang membawa remaja putri sang pemalu!” ujar Abu Nawas sambil bersyair.

“Remaja Putri? Siapa maksudmu? Ku lihat kamu tidak membawa apa-apa!”

Abu nawas mengeluarkan sebuah botol berisi cairan berwarna merah dan memperlihatkannya pada Tuan Al-Rasyid.
“Ini Tuan!
“Kurang ngajar kamu! Kamu mau menipuku, Abu Nawas? Itu pasti arak! Coba ku lihat!” Tuan Al-Rasyid merebut botol itu dari Abu Nawas.

“Sungguh berdosa jika saya membawa arak, Tuanku. Itu hanyalah sebotol susu!” Tuan Al-Rasyid nampak tak percaya.

“Mana ada susu warnanya merah, Abu Nawas!? Kamu mengarang saja.” Tuan Al-Rasyid menyerahkan botol itu kepada Abu Nawas.

“Begini Tuan, sewaktu Tuan belum datang mengganggu perjalanan saya, susu itu masih berwarna putih. Namun ketika ia mendengar suara Tuan Harun Al-Rasyid, ia merona merah karena malu melihat Sang Raja yang gagah nan perkasa. Coba raja pergi dari sini, pasti susu ini kembali berwarna putih.” Raja Harun Al-Rasyid tertawa terbahak mendengar cerita Abu Nawas.


“Nawas…Nawas! Masa susu memiliki rasa malu. Ada-ada saja kamu!”

Sejak itu Abu Nawas sering di panggil ke istana untuk menghibur tamu kerajaan. Rupanya susu yang dibawa Abu Nawas sedikit di campur oleh sirup berwarna merah. Namun raja mengira itu adalah arak.





Rabu, 09 Maret 2016

SEBUAH POHON APEL

CERITA SEBUAH POHON APEL TUA





Pohon apel                                       :  " Apa yang kau inginkan dariku ?"                  

Petani                                               :  " Aku ingin mengambil buahmu yang merah dan ranum."

Pohon apel                                       :  " Silahkan kau pilih , ambil saja sesukamu selagi aku masih

                                                               berbuah lebat."
Petani apel                                        :    oke

Begitu seterusnya ,dari tahun ke tahun, sang petani selalu memanen apel tanpa menghiraukan sang pohon apel.  Dengan segala kesederhanaan dan tanpa meminta imbalan apapun sang pohon apel selalu memberikan apapun yang dimilikinya.

Sehingga pada suatu ketika sang pohon apel semakin tua, dan tidak bisa menghasilkan buah sedikitpun, Petani tetap mengambil bagian dari daunnya untuk makanan ternak.
Dan ketika pohon apel sudah kehabisan daunnya, petani mengambil bagian batang dari pohon apel
untuk digunakan sebagai  kayu bakar, Tanpa memikirkan persaan si pohon apel.

Itulah gambaran kehidupan kita terhadap kedua orang tyua kita.  Orang tua kita bekerja siang malam
tanpa mengenal lelah untuk kebahagiaan anak-anaknya, tak dihitung berapa rupiah dan harta benda yang dikeluarkannya untuk kepentingan kita.  Sampai ketika kita telah mendapatkan yang baru , suami atau istri kita
meninggalkannya tak pernah memikirkan keadaannya, bahkan hanya untuk menelponpun  tak senmpat karena kesibukan dari sang anak yang tiada terkira.

Apakah kita termasuk orang yang seperti ini?  silahkan direnungkan.
                                                               

                                                                 

Selasa, 08 Maret 2016

ABUNAWAS MENIPU GAJAH

ABUNAWAS MENIPU GAJAH



Tidak tahu apa yang harus dikerjakan dirumah,Abunawas keluar untuk mencari angin. Abunawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa ditengah jalan.
“Ada kerumunan apa di sana?” tanya Abunawas
“Pertunjukan keliling yang melibatkan gajah ajaib.”
“Apa maksudmu dengan gajah ajaib?” kata Abunawas ingin tahu.
“Gajah yang bias mengerti bahasa manusia,dan yang lebih menakjubkan lagi adalah gajah itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja.” kata kawan Abunawas menambahkan
Abunawas makin tertarik. Ia tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa tersebut.
Kini Abunawas sudah berada ditengah kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukan tersebut,sang pemilik gajah dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat gajah itu mengangguk-angguk. Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat gajah itu mengangguk-angguk,tetapi sia-sia. Gajah itu tetap menggelengkan kepala.
Melihat kegigihan gajah itu Abunawas makin penasaran. Hingga ia maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatang berbelalai itu Abunawas bertanya,
“Tahukah engkau siapa aku?”
Gajah itu menggeleng.
“Apakah engkau tidak takut kepadaku? tanya Abunawas. Namun gajah itu tetap menggeleng.
“Apakah engkau takut kepada tuanmu?” tanya Abunawas memancing. Gajah itu mulai ragu.
“Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu.” Lanjut Abunawas mulai mengancam. Akhirnya gajah itu terpaksa mengangguk-angguk.
Atas keberhasilan Abunawas membuat gajah itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik gajah itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik gajah itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia melatih gajahnya mengangguk-angguk.
Bahkan ia mengancam akan menghukum berat gajahnya bila ia sampai bias dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abunawas. Tak peduli pertanyaan yang diajukan.
Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus sanggup membuat gajah itu menggelengkan kepala.Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton yang tidak sanggup membuat gajah menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya,Abunawas maju. Ia mengulang pertanyaan yang sama.
Tahukah engkau siapa aku?”
Gajah itu mengangguk.
“Apakah engkau tidak takut kepadaku? tanya Abunawas. Gajah itu tetap mengangguk.
“Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?” tanya Abunawas memancing. Gajah itu tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abunawas.
Akhirnya Abunawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam.
“Tahukah engkau apa guna balsam ini?” Gajah itu tetap mengangguk
“Baiklah,bolehkah ku gosok selangkanganmu dengan balsam? Gajah itu mengangguk. Lalu Abunawas menggosok selangkangan binatang itu. Tentu saja gajah itu merasa kepanasan dan mulai agak panik.
Kemudian Abunawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan itu juga berisi balsam.
“Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?” Abunawas mulai mengancam
Gajah itu mulai ketakutan. Dan rupannya ia lupa ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.
Abunawas dengan kecerdikannya dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara meruntuhkan kegigihan gajah yang dianggap cerdik.

KISAH ABUNAWAS AKAN DISEMBELIH

Kisah Abu Nawas akan Disembelih


Hari itu Abu Nawas sengaja menghabiskan waktunya berkeliling kampung, pinggiran Kota Baghdad. Ia baru pulang saat menjelang maghrib. Ketika lewat Kampung Badui (orang gurun) ia bertemu dengan beberapa orang yang sedang memasak bubur. Suasananya ramai, bahkan riuh rendah. Tanpa disadari ia di tangkap oleh orang-orang itu dan dibawa ke rumah mereka untuk disembelih.
“Mengapa aku ditangkap?” tanya Abu Nawas.
“Hai, orang muda, kata salah seorang diantaranya sambil menunjuk ke belanga yang airnya sedang mendidih, “Setiap orang yang lewat di sini pasti kami tangkap, kami sembelih seperti kambing, dan dimasukkan ke belanga bersama adonan tepung itu. Inilah pekerjaan kami dan itulah makanan kami sehari-hari.”
Meski ketakutan Abu Nawas masih berpikir jernih, katanya, “Lihat saja, badanku kurus, jadi dagingku tidak seberapa, kalau kau mau besok aku bawakan temanku yang badannya gemuk, bisa kau makan untuk lima hari. Aku janji, maka tolong lepaskan aku.”
“Baiklah, bawalah orang itu kemari,” jawab si Badui.
“Besok waktu maghrib orang itu pasti kubawa kemari,” kata Abu Nawas lagi. Setelah saling bersalaman sebagai tanda janji, Abu Nawas pun di lepas.
Di sepanjang jalan menuju rumahnya, Abu Nawas berpikir keras, “Sultan itu kerjanya seharian hanya duduk-duduk sehingga tidak tahu keadaan rakyat yang sebenarnya. Banyak orang jahat berbuat keji, menyembelih orang seperti kambing, tidak sampai ke telinga Sultan. Aneh, kalau begitu. Biar kubawa Sultan ke kampung Badui, dan kuserahkan kepada tukang bubur itu.”
Lantas Abu Nawas masuk ke istana dan menghadap Sultan. Setelah memberi hormat dengan membungkukkan badan, ia berkata, ya tuanku, Syah Alam, jika tuanku ingin melihat tempat yang sangat ramai, bolehlah hamba mengantar kesana. Di sana ada pertunjukan yang banyak dikunjungi orang.”
“Kapan pertunjukan itu dimulai?” tanya sang Sultan.
“Lepas waktu ashar, tuanku,” jawab Abu Nawas.
“Baiklah.”
Abu Nawas pamit pulang, esok sore Abu Nawas siap menemani Sultan ke kampung Badui. Sesampainya di rumah penjual bubur, baginda mendengar suara ramai yang aneh baginya.
“Bunyi apakah itu, kok ramai sekali?” tanya baginda sambil menunjuk sebuah rumah.
“Ya tuanku, hamba juga tidak tahu, maka izinkanlah hamba menengok ke rumah itu, sebaiknya tuan menunggu di sini dulu.” Kata Abu Nawas.
Sesampainya di rumah itu Abu Nawas melapor kepada si pemilik rumah bahwa ia telah memenuhi janjinya membawa seseorang yang berbadan gemuk. “Ia sekarang berada di luar dan akan aku serahkan kepadamu.” Ia kemudian keluar bersama si pemilik rumah menemui Sultan.
“Bunyi apa yang riuh rendah itu?” tanya Sultan.
“Rumah itu tempat orang berjualan bubur, mungkin rasanya sangat lezat sehingga larisnya bukan main dan pembelinya sangat banyak. Mereka saling tidak sabar sehingga riuh rendah bunyinya,” kata Abu Nawas.
Sementara itu si pemilik rumah tadi tanpa banyak cingcong segera menangkap Sultan dang membawanya ke dalam rumah. Abu Nawas juga segera angkat kaki seribu. Dalam hati ia berpikir, “Jika Sultan itu pintar, niscaya ia bisa membebaskan diri. Tapi kalau bodoh, matilah ia disembelih orang jahat itu.”
Akan halnya baginda Sultan, ia tidak menyangka akan dipotong lehernya. Dengan nada ketakutan Sultan berkata, “Jika membuat bubur, dagingku tidak banyak, karena dagingku banyak lemaknya, lebih baik aku membuat peci. Sehari aku bisa membuat dua buah peci yang harganya pasti jauh lebih besar dari harga buburmu itu?” Seringgit” jawab orang itu.
“Seringgit?” tanya Sultan. “Hanya seringgit? Jadi kalau aku kamu sembelih, kamu hanya dapat uang seringgit? Padahal kalau aku membuat kopiah, engkau akan mendapat uang dua ringgit, lebih dari cukup untuk memberi makan anak-istrimu.”
Demi mendengar kata-kata Sultan seperti itu, dilepaskannya tangan Sultan, dan tidak jadi disembelih.
***
Sementara itu Kota Bagdad menjadi gempar karena Sultan sudah beberapa hari tidak muncul di Balairung. Sultan hilang, seluruh warga digerakkan untuk mencari Sultan ke segenap penjuru negeri. Setelah hampir sebulan, orang mendapat kabar bahwa Sultan Harun Al-Rasyid ada di kampung Badui penjual bubur. Setiap hari kerjanya membuat Peci dan si penjualnya mendapat banyak untung.
Terkuaknya misteri hilangnya Sultan itu adalah berkat sebuah peci mewah yang dihiasi dengan bunga , di dalam bunga itu menyusun huruf sedemikian rupa sehingga menjadi surat singkat berisi pesan: “Hai menteriku, belilah kopiah ini berapapun harganya, malam nanti datanglah ke kampung Badui penjual bubur, aku dipenjara di situ, bawalah pengawal secukupnya.” Peci itu kemudian diberikan kepada tukang bubur dan agar dijual kepada menteri laksamana, karena kopiah ini pakaian manteri.”Harganya sepuluh ringgit, niscaya dibeli oleh menteri itu,” pesannya.
Tukang bubur itu sangat senang hatinya, maka segeralah ia pergi kerumah menteri tersebut. Pak menteri juga langsung terpikat hatinya begitu melihat peci yang ditawarkan itu, memang bagus buatannya, apalagi dihiasi dengan bunga diatasnya. Namun ia kaget begitu mendengar harganya sepuluh ringgit, tidak boleh kurang. Dan ketika matanya menatap bunga itu tampaklah susunan huruf. Setelah dia baca, mengertilah dia maksud kopiah itu dan segera dibayarnya.
Malamnya menteri dengan pengawal dan seluruh rakyat mendatangi kampung Badui dan segera membebaskan Sultan dan membawanya ke Istana. sedangkan penghuni kampung Badui itu, atas perintah Sultan, dibunuh semuanya karena perbuatannya terlalu jahat.
Keesokan harinya Sultan memerintahkan menangkap Abu Nawas dan akan menghukumnya karena telah mempermalukan Baginda Sultan. Ketika itu Abu Nawas sedang shalat duhur. Setelah salam iapun ditangkap beramai-ramai oleh para menteri yang diutus kesana dan membawanya pergi ke hadapan sultan.
Begitu melihat Abu Nawas, wajah Sultan berubah garang, matanya menyala seperti bara api, beliau marah besar. Dengan mulut mnyeringai beliau berkata, “Hai, Abu Nawas, kamu benar-benar telah mempermalukan aku, perbuatanmu sungguh tidak pantas, dan kamu harus dibunuh.
Maka, Abu Nawas pun menghormat. “Ya tuanku, Syah Alam, sebelum tuanku menjatuhkan hukuman, perkenankan hamba menyampaikan beberapa hal.”
“Baiklah” kata Sultan, “Tetapi kalau ucapanmu salah, niscaya aku bunuh hari ini juga kamu.”
“Ya Tuanku Syah Alam, alasan hamba menyerahkan paduka kepada si penjual bubur itu adalah ingin menunjukkan kenyataan di dalam masyarakat negeri ini kepada paduka. Karena hamba tidak yakin paduka akan percaya dengan laporan hamba. Padahal semua kejadian yang berlaku di dalam negeri ini adalah tanggung jawab baginda kepada Allah kelak. Raja yang adil sebaiknya mengetahui semua perbuatan rakyatnya, untuk itu setiap Raja hendaknya berjalan-jalan menyaksikan hal ihwal mereka itu. Demikianlah tuanku, jika perkataan hamba ini salah, hukumlah hamba, tetapi bila hukuman itu dilaksanakan juga hamba tidak ikhlas, sehingga dosanya menjadi tanggung jawab tuanku di dalam neraka.”
Setelah mendengar ucapan Abu Nawas, hilanglah amarah baginda. Dalam hati beliau membenarkan seluruh ucapan Abu Nawas itu.
“Baiklah, kuampuni kamu atas segala perbuatanmu, dan jangan melakukan perbuatan seperti itu lagi kepadaku.”
Maka, Abu Nawas pun menghaturkan hormat serta mohon diri pulang ke rumah.

ABUNAWAS MENEMBUS HUJAN

Abu Nawas Menembus Hujan




Raja sangat marah ketika Abunawas menghancurkan barang - barang raja di istana.. Keinginan Raja untuk menangkap Abu Nawas dan menjebloskannya ke penjara begitu besar. Maka dibuatlah perintah agar Abu Nawas bisa dipersalahkan.

Maka Baginda mengajak Abu Nawas berburu beruang. Abu Nawas tak berani menolak meskipun ia sangat takut pada beruang.

Setelah persiapan dibuat, perburuan pun dimulai. Namun perjalanan menuju hutan itu rasa-rasanya akan terhalang karena tiba-tiba cuaca berubah mendung.

Baginda Raja pun memanggil Abu Nawas. “Tahukah engkau mengapa kupanggil menghadap?” tanya Baginda tanpa senyum. 

 “Ampun Baginda, hamba belum tahu.”
“Sebentar lagi akan turun hujan tapi hutan masih jauh. Apapun yang terjadi, nanti saat tiba waktunya santap siang kita harus berkumpul di peristirahatanku. Nah, … demi kelancaran perjalanan, sekarang kita berpencar. Ingat, jangan sampai menghadiri santap siang dengan baju basah.” 


Karena Raja Harun sengaja menjebak Abu Nawas maka ia diberi kuda yang lamban. Sementara rombongan lainnya masing-masing menerima kuda yang sigap dan kuat. Maka seluruh rombongan pun mulai bergerak.


Tak lama setelah rombongan berangkat tiba-tiba turun hujan. Baginda dan rombongannya segera memacu kuda menuju tempat perlindungan terdekat. Meski kuda mereka lari secepat angin nyatanya mereka semua tetap basah kuyup. Ketika waktu santap siang tiba Baginda pun segera menuju tempat peristirahatan dengan baju basahnya.


Sebelum baju Baginda dan para pengawalnya mengering tiba-tiba Abu Nawas datang menyusul dengan kudanya. Baju Abu Nawas tak tampak basah, padahal kuda-kuda tercepat pun tak bisa menghindari hujan sederas itu. Raja Harun pun dibuat makin penasaran.


Demi dapat mengalahkan Abu Nawas, pada perburuan hari kedua Baginda Raja menukarkan kudanya dengan yang lamban. Sementara Abu Nawas kini memperoleh kuda yang mampu berlari cepat.


Seperti sudah diduga sebelumnya, hujan turun lagi menghadang perjalanan para pemburu. Baginda dan para pengawal pun kontan basah kuyup karena kuda mereka memang tak bisa berlari kencang. Dan ketika tiba waktu untuk santap siang, Abu Nawas sudah berada di tempat peristirahatan menunggu kedatangan Baginda dan para pengawal

.
Saat mendatangi tempat makan, Baginda Raja keheranan menemukan Abu Nawas sudah santai dengan pakaiannya yang kering. “Terus terang saja, sebenarnya bagaimana caramu menghindari hujan?” tanya Baginda.


“Caranya mudah saja, Tuanku yang mulia,” kata Abu Nawas sambil tersenyum

. “Baik kemaren maupun hari ini, hamba sebenarnya tidak bisa menghindar dari hujan. Rahasianya, begitu hujan turun hamba langsung melepas pakaian dan melipatnya. Hamba menduduki pakaian ini agar tak kehujanan. Jadi hamba menembus hujan tanpa berpakaian.”

Mau tak mau Raja Harun Al Rasyid tersenyum mengakui kecerdikan Abu Nawas.

Senin, 07 Maret 2016

ABUNAWAS DIKALAHKAN UNTANYA

Kisah Abu Nawas yang dikalahkan oleh untanya

Si Unta pun menjawab dengan merendahkan diri, "Saya begini kan karena berguru pada Tuan. 
Pada suatu hari, Abu Nawas mengajak untanya untuk pergi mengembara. Setelah berpamitan terlebih dahulu kepada istrinya, berangkatkah ia dengan si unta lengkap dengan perbekalannya. Mulailah ia menyusuri gurun pasir yang gersang dan panas sekali di siang hari. Apabila malam tiba dingin yang luar biasa menusuk sampai ke tulang.

Perjalanan yang cukup jauh membuat Abu Nawas dan untanya merasa kelelahan. Di bawah mentari dekat pohon kaktus, mereka berdialog. "Tuan, apakah perjalanan kita masih jauh?"

"Iya, kita harus melewati dua gurun pasir lagi. Setelah itu kita baru akan tiba di sebuah desa terdekat. Setelah sampai di desa itu kita baru bisa beristirahat lebih lama di sebuah penginapan yang aman dan nyaman," jawab Abu Nawas.

Setelah beberapa waktu beristirahat, keduanya mulai melanjutkan perjalanan kembali. Siang sudah berubah menjadi gelap, tanda malam telah tiba. Abu Nawas pun menghentikan perjalanannya untuk sementara. Ia mendirikan sebuah tenda untuk berteduh dan tidur sepanjang malam itu. Tapi malang bagi si unta, ia tak diizinkan oleh majikannya tidur di dalam tenda karena tendanya memang kecil.

Abu Nawas di dalam tidur dengan nyenyaknya. Sementara unta tak bisa tidur lantaran kedinginan. Ia mulai berpikir kalau terus begini pasti dia esok akan sakit dan tak bisa melanjutkan perjalanan.

Tengah malam si unta membangunkan majikannya dan berkata, "Tuan, saya kedinginan. Izinkan saya menitipkan ujung kaki saya masuk ke dalam tenda." Abu Nawas pun merasa tidak berkeberatan karena ujung kaki itu tidak akan mengganggu tidurnya.

Setelah satu jam, si unta berkata lagi, "Tuan, saya kedinginan. Izinkan saya memasukkan kaki depan saya ke dalam tenda agar besok saya kuat berjalan membawa tuan di atas punggung saya."

"Benar juga," pikir Tuan Jambul. Ia pun mengizinkan.

Satu jam lagi si unta berkata lagi, "Tuan hidung saya mulai berair, besok saya akan sakit dan tidak bisa membawa tuan di atas punggung saya. Izinkan kepala saya berada di dalam tenda."

Demikianlah jam demi jam berlalu hingga akhirnya Tuan Jambul tak menyadari jika sekarang ia tidur di luar tenda. Ia pun merasa menggigil kedinginan. Sampai paginya, ia baru menyadari jika dirinya tidur di luar. Melihat untanya masih nyenyak di dalam, si majikan pun membangunkan dan menanyainya kenapa ia tidur di luar sementara unta malah di dalam tenda.

Unta pun bangun. Ia tersenyum sambil menggosok-gosok matanya. Dijawabnya pertanyaan Tuan Jambul tadi dengan santai, "Saya kan tidak mengusir Tuan. Saya sudah meminta izin terlebih dahulu kepada Tuan. Tuan juga memperbolehkan anggota tubuh saya masuk ke dalam tenda. Ini saya lakukan agar hari ini saya kuat menggendong Tuan di atas punggung saya untuk melanjutkan perjalanan."

Sambil bersin-bersin, Tuan Jambul berkata, "Kau memang unta cerdik. Aku yang biasa dikenal orang paling cerdik ternyata masih bisa kau kalahkan."

Si Unta pun menjawab dengan merendahkan diri, "Saya begini kan karena berguru pada Tuan."

ABUNAWSAS MEMINDAHKAN ISTANA KE AWAN


ABUNAWAS MEMINDAHKAN ISTANA KE AWAN


Sebelum kita langsung ketopik ada baiknya kita mengenal dulu sosok pujangga besar ini Siapa sih Dia?Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al- Hakami (750-810)itu berarti beliau hidup kurang lebih dua kurun setelah zaman ke Nabian,Beliau biasanya dikenal sebagai Abū-awās atauAbū-Nuwās adalah seorang
pujangga Arab Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya
Kisah kisah semasa hidupnya  selalu menjadi hikmah ,atau membuat orang tersenyum kegelian atau membuat kening berkerut karena heran dan sekaligus kagum akan kecerdasannya,seperti rangkuman kisah Beliau dibawah ini,dan inilah dia kisah abu nawas paling lucu

Abu nawas memindahkan istana keatas awan
Sore itu cuaca amatlah indah,awan putih bersih menggantung dicakrawala yang cerah,warna kemerahan lembayung mewarnai awan menarik perhatian siapa saja yang melihatnya
Tak terkecuali di dalam Istana,sang Raja Harun al rasyidpun ternyata sedang menikmati suasana sore itu tak terasa didalam benaknya beliau memiliki khayalan untuk memindahkan Istananya ke atas awan sana
Beliau berkata dalam hatinya"Tapi apa mungkin kemauanku itu terlaksana"

Tiba tiba beliau teringat pada Abu nawas"ya!bukankah ada Abu nawas yang selalu mempunyai jalan keluar jika aku mempunyai permasalahan?"katanya dalam hati..
Beliaupun latas menyuruh ajudannya untuk segera menjemput Abu nawas tak lama kemudian Abu nawaspun hadir  dihadapan sang raja,dengan kepala tertunduk dan perasaan yang gak menentu akibat berhadapan dengan sang raja yang penuh wibawa,Abu nawas menunggu titah sang raja,kemudian beliaupun berkata

Bainda raja : apakah kamu tau kenapa aku memanggilmu ke sini?

Abu nawas : ampun baginda hamba tidak tau,


Bainda raja : apakah kau lihat awan yang menggantung diluar sana,indah bukan?


Abu nawas : ya, saya bisa melihatnya memang sangat indah Yangmulya

Bainda raja : aku mempunyai keinginan untuk memindahkan istana ini keatas sana apakah kau bisa melaksanakan keinginanku?

Abu nawas pun pulang sambil membawa beban fikiran yang luarbiasa beratnya,dia terus memeras akal bagaimana caranya untuk bisa memenuhi keinginan sang Raja dan sekaligus lepas dari hukuman yang membayanginya,karena menurutnya mustahil dia mampu memindahkan sebuah istana keatas 


awan,jangankan memindahkan sebuah istana, sebutir kerikilpun mustahil berada diatas awan,

Malampun tiba,namun dia belum juga menemukan jalan keluarnya,sampai pagi menjelang dia masih terus memeras akalnya namun sama saja hasilnya mustahil.

Rupanya kabar tentang berita itu sudah tersebar luas ke seluruh peloksok negri,membuat semua penduduk negri itu berbondong2 ingin menyaksikan secara langsung prosesi pemindahan istana raja keatas awan oleh Abu Nawas,

Sore itu cuaca sangatlah cerah,matahari bersinar diufuk barat menyiratkan lembayung berwarna keemasan menerpa istana yang megah dan mewah,
Setelah berpamitan pada sang istri,Abu Nawas pun pergi meninggalkan rumahnya,sepanjang jalan Dia terus memeras akalnya supaya Dia bisa lolos dari dari masalah itu

Tak lama kemudian sampailah Dia didepan istana,ternyata sang Raja bersama ribuan warga telah hadir menantinya,sedikit tak sabar beliau langsung bertanya pada Abu Nawas,"Kau sudah siap?"Abu nawas tak menjawab setengah tak sadar dia cuma bisa duduk diatas tanah dihadapan Raja dan ribuan warga
Dan dikala itulah dia mendapatkan solusinya,lalu kemudian Abu Nawas bangkit dari duduknya Dia mengambil posisi jongkok seperti akan menggendong sesuatu,Sang Raja bertanya lagi "apa kamu sudah siap Abu Nawas?" "SIAP Yang mulya"  "bagus"
Seketika suasana di tempat sunyi senyap,menunggu aksi Abu Nawas yang akan memindahkan istana keatas awan,seluruh pandangan tertuju pada Abu Nawas yang masih dalam posisi jongkok,rupanya sang Raja sudah tak sabar "apakah kamu sudah siap Abu Nawas?"sambil terus jongkok,Abu Nawas menjawab "dari tadi juga hamba sudah siap Yang Mulia, dan hamba menunggu Yang Mulia untuk menaruh istana itu keatas pundak hamba untuk dipindahkan keatas awan sana"

Mendengar itu sontak saja sang Raja kaget,sedikit marah namun tak bisa berbuat apa apa hanya bisa menggerutu"Dasar manusia licik"dalam hatinya mengagumi kecerdikan Abu Nawas.


Abu nawas menecahkan masalah sahabatnya


 sore itu di sebuah warung Abu nawas sedang menikmati secangkir teh hangat,tiba2 Dia melihat temannya datang dengan muka yg masam,seolah sedang memendam kesusahan,diapun duduk di sebelah Abu,,sore ini cuaca sangat cerah,tapi kenapa mukamu tak secerah sore ini?Abu nawas memulai perbincangan,,bulan2 ini istriku mengeluh ttg tempat tinggal kami,sahutnya..,knp,ada apa dengan rumahmu?dia mengeluhkan tempat tinggal kami yg menurutnya terlalu sempit utk kami berempat tinggal,,kenapa tak kau lebarin aja,kata Abu nawas menawarkan saran,,kalau ada uang tentu hal ini takan terjadi keluhnya,,Abu nawas merenung sejenak,dia coba cari akal utk pecahkan masalah sahabatnya,setelah dapat akal diapun berkata:"begini,,apakah kamu punya uang untuk membeli seekor keledai?temannyapun tak lantas menjawabnya dia merasa
 dia tak lantas menjawab pertanyaan abu nawas,karena dia sedikit bingung, apa hubungannya membangun rumah sama beli seekor keledai?tapi dalam hatinya dia yakin pada sahabatnya yg satu ini,karna dia selalu mendapat jalan keluar dari masalah apapun yg ia hadapi,kemudian ia menjawab,: "ya!utk beli seekor keledai saja saya punya,,nah!!belilah olehmu seekor keledai simpan dan uruslah dirumahmu?ia pun tambah bingung,,bagaimana tidak,tanpa seekor keledai aja rumahnya terasa sempit apalagi kalau ada seekor keledai?tapi dia tak berani membantahnya,sekali lagi dia yakin pada sahabatnya,"baiklah saya akan coba saran dari kamu,dibelilah olehnya seekor keledai dan dibawanya pulang,sesampainya di rumah langsung saja dia memasukan keledainya kedalam rumah sesuai saran dari Abunawas,istrinya yg ada didalam rumah terkejut sambil memarahi suaminya,dianggapnya suaminya itu sudah tidak waras"kamu udah gila ya bang!! istrinya memarahi dia,tak sepatah katapun yg keluar dari mulutnya,
 dia sendiri bingung dengan apa yg telah ia lakukan dengan saran dari sahabatnya sendiri,keesokan harinya ia kembali menemui Abu nawas,setelah menceritakan apa yg telah terjadi di rumahnya Abu nawas malah menyarankannya untuk membeli lagi seekor kambing,diapun tambah kebingungan bagaimana tidak, seekor keledai aja sudah sangat merepotkan aplagi kalau harus di tambah lagi seekor kambing,lagi2 dia tdk bisa menolak sarannya karena dia percaya akan kecerdikan sahabatnya itu,dia pun pulang dengan membawa seekor kambing kerumahnya,dapat kita bayangkan apa yg bakal terjadi dirumahnya,untuk kedua kalinya ia kena marah sang istri,apalagi saran yg ketiga ia harus membeli lagi seekor angsa tambah semerawut aja tu rumahnya,

 habislah kesabarannya,ia tidak kuat lagi tinggal bersama hewan2 tsb,dan pergi menemui si pemberi solusi,Abu nawas cuma tersenyu mendengar curhatan sahabatnya seraya berkata,berapa uang yg kamu punya sekarang?tak sepeserpun uang dikantongku katanya,sekarang kamu pulanglah dan jual  keledaimu!!keesokan harinya setelah dia menjual keledainya dia kembali menemui Abu nawas,namun kali ini ada yg berbeda diwajahnya sedikht lebih cerah
Abu nawas : bagaimana keadaan rumahmu sekarang?
sahabatnya : alhamdllh rumahku sekarang terasa sedikit lapang setelah keledainya ku jual..
Abu nawas : nah sekarang kamu jual kambing dan angsanya,,
diapun menuruti kata sahabatnya itu

keesokan harinya.....wajaah dia benar benar sumringah tak ada beban yg tergambar diwajahnya sedikitpun,,dan dia berterimakasih pada Abu nawas sahabatnya akhirnya dia dan istrinya sadar bahwa kelapangan itu ada setelah kita merasakan terlebih dulu kesempitan.. 

Itulah kisah kisah Abu nawas yang baru bisa saya persembahkan buat sobat semua lain waktu insyallah saya sambung kembali lanjutannya,.