Senin, 22 Februari 2016

KISAH ENAM EKOR LEMBU YANG PANDAI BICARA

 Abunawas dan lembu yang pandai bicara.

Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Sultan ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di hadapan Sultan, Abu Nawas pun menyembah. Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku penggal lehermu.
“Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku.”
Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah kau Abu Nawas!”
Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah, sehingga membuat tetangga heran. Ia baru keluar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan kepadanya.
Ia segera menuju kerumunan  orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?”
Orang-orang yang menjawab benar akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang menjawab salah, akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, “Begitu saja kok anggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Sultan Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.”
Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga masyarakat yang ingin tahu kesanggupan Abu Nawas mambawa enam ekor Lembu berjenggot.
Sampai di depan Sultan Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk dengan khidmat. Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot yang pandai bicara itu?”
Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu, “Inilah mereka, tuanku Syah Alam.”
“Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?”
“Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang,” jawab Abu Nawas.
Ketika Sultan bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-beda. Maka berujarlah Abu Nawas, “Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? “Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku.”
Sultan heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Maka Sultan pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.


Selamat menikmati semaoga terhibur.

ABUNAWAS DIHUKUM MATI



Retno yuniarti
22 februari 2016

Ada ribuan kisah tentang Abu Nawas yang mungkin sudah pernah anda dengar maupun anda baca, dan akan menceritakan kisah lama yaitu sebuah cerita dengan judul Abunawas dihukum mati. Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya.

Alkisah, Abu Nawas bertugas menjadi pengawal raja. Kemanapun raja pergi Abu Nawas akan selalu berada didekatnya. Pada suatu hari sang raja membuat undang-undang tentang kebersihan lingkungan, dimana dalam salah satu pasal didalamnya berbunyi ; 

Cerita Lucu Abu Nawas Di Hukum Mati

Suatu hari sang raja mengajak Abu Nawas berburu kedalam hutan, tiba tiba saja raja kebelet pengin buang air besar, karena sudah tidak tahan maka sang raja buang air besar disungai yang airnya mengalir kearah utara. Setelah para pengawalnya menyiapkan tempat untuk raja buang hajat sang rajapun menyelesaikan hajatnya sambil mengelus perut buncitnya sambil bergumam,.."Aghhh,..Lega,...!!" 

Ketika raja hendak beranjak pergi meneruskan perburuannya dia dikagetkan oleh sebuah kotoran yang terbawa arus sungai dari selatan. Raja murka bukan kepalang,.. sambil berteriak memanggil pengawal setianya si Abu Nawas.

Raja : "Pengawal,...!!!,...Heh Abu Nawas di mana kamu??!!" (bentak raja memanggil Abu Nawas pengawalnya)
Abu Nawas : "Hamba paduka,..!" 

Terlihat abu nawas berlari dari semak di bawah pohon dekat sungai sebelah selatan sambil mengencangkan ikat pinggangya.

Abu Nawas : "Ada apa paduka raja,..?"
Raja : "Lihat itu,..siapa yang berani buang kotoran di sungai tanpa seijin dariku,..tangkap dan bawa kekerajaan aku akan menjatuhkan hukuman mati padanya tak perduli siapapun dia,...cepat!!! tangkap dia bawa keempat prajurit bersamamu,..!"
Abu Nawas : "a...a...begini ba,..ba,..baginda raja,..saya,...saya,...." 

Abu Nawas terlihat gugup melihat kemurkaan sang raja,..tiba tiba seorang prajurit berkata pada sang raja,..

Prajurit : "Ampun baginda raja,..kotoran tersebut adalah milik Abu Nawas paduka,..."
Raja : "Apaaaa,...??!!! berani benar kamu Abu Nawas,... engkau sudah aku angkat sebagai pengawalku tapi kamu melanggar undang undang yang aku buat,..!! tak perduli siapapun dia Prajurit,...!!tangkap Abu Nawas dan bawa keistana aku akan memberinya hukuman mati,..!"

Abu Nawas dibawa ke pengadilan dan raj memberinya vonis Hukuman MATI, sebelum hukuman dilaksanakan raja memberi kesempatan kepada Abu Nawas untuk membela diri. 

Abu Nawas : "Baginda raja yang mulia,....hamba rela dijatuhi hukuman mati, hamba hanya ingin menyampaikan alasan hamba buang hajat bersama paduka waktu itu. Yang hamba lakukan adalah bukti kesetiaan hamba kepada paduka raja. Hamba selalu menemani kemanapun paduka pergi,.. saat senang maupun susah dan saat di medan perang, sampai kotoran paduka rajapun harus hamba kawal dengan kotoran hamba. Hanya itu pembelaan dari hamba paduka,.."

Raja tertegun mendengar perkataan Abu Nawas dan membatalkan hukuman matinya, bahkan raja memberikan Abu Nawas hadiah sebuah rumah dan perahu kecil untuk tempat kotorannya apabila mengawal kotoran sang raja.

Nah demikian  semoga bisa menghibur anda dan selamat membaca Cerita Lucu selanjutnya,....

Minggu, 21 Februari 2016

ABUNAWAS MENANAM KENTANG

Abu Nawas Menanam Kentang

 Pagi itu cuaca cerah, Abu Nawas dan istrinya sedang berkebun di ladang milik mereka. Ladang yang terletak tepat di belakang rumah mereka itu cukup luas untuk menanam hasil bumi yang dapat menunjang hidup sekeluarga.
Sambil menyeka keringatnya yang mulai membasahi kening dan sekujur tubuhnya, Abu Nawas berkata dalam hatinya,  Enak betul orang kaya yang bergelimang harta, mereka tanpa bekerja keras seperti Aku bisa makan enak, hidup nyaman tanpa harus capek bekerja di ladang seperti aku.
Kita sudah mencangkul dari pagi, hingga siang hari begini baru sepertiga bagian saja yang bisa Kita cangkul ya istriku. Abu Nawas berkata kepada istrinya. Istrinya hanya tersenyum sambil menjawab Iya suamiku, Kita harus bekerja lebih keras agar dua hari lagi kita dapat menanam bibit kentang Kita.
Abu Nawas dan istrinya tidak tahu kalau pengawal kerajaan sedang menuju rumah mereka. Setelah sampai didepan rumah Abu Nawas , para pengawal kerajaan segera berteriak memanggil si empunya rumah.  Abunawas . . . Abunawas . . . Dimana Kau . . . lekas kemari!” Abu Nawas yang mendengar teriakkan memanggil namanya bergegas datang.
Betapa terkejutnya Abu Nawas begitu mendekat sumber suara yang memanggilnya tadi, tanpa diduga tiba-tiba ia disergap dan ditangkap seperti layaknya penjahat.
Hai  apa-apaan ini lepaskan Aku apa salahku? Sambil berontak Abunawas berusaha melawan dan melepaskan diri.  Diam Kau Abu Nawas , tidak usah berontak . .kami kesini ditugaskan Sultan untuk menangkapmu! bentak pengawal yang merangket Abu Nawas .
——-
Istri Abu Nawas yang melihat kejadian itu hanya bisa berteriak dan menangis. “Lepaskan suamiku . . . lepaskan suamiku, tuan . . . apa salahnya sehingga tuan menangkapnya? Pengawal yang sedang berusaha mengikat Abu Nawas ke kudanya itu segera melotot ke arah istri Abu Nawas. Diam Kau . . . Kami hanya menjalankan tugas untuk menangkap dan menghukum Abu Nawas !
Akhirnya dengan diiringi tangis istrinya, Abu Nawas ditangkap dan dibawa kepenjara kerajaan. Abu Nawas hanya bisa mengumpat dalam hati, Lihat saja kalian . . . akan kubalas perbuatan kalian . . . istriku sabarlah pasti Aku pulang kerumah secepatnya.
Abu Nawas hanya bisa berjalan terseok-seok dengan tangan terikat yang ditarik kuda para pengawal kerajaan itu. Para pengawal terus tertawa senang melihat penderitaan Abu Nawas sambil terus mempermainkan tali ikatan tangan Abu Nawas. Sehingga sesekali Abu Nawas terjatuh atau terseret karena kelakuan para pengawal tersebut.
Setelah menempuh perjalanan satu hari satu malam dan tiga kali berhenti untuk beristirahat, akhirnya sampailah mereka ke penjara kerajaan. Segera Abu Nawas dimasukkan dalam sel yang lembab, kotor, sempit dan gelap.  Hai sampai kapan Aku di kurung di sini . . . apa salahku? teriak Abu Nawas ketika para pengawal itu mau meninggalkanya. Pikir saja sendiri apa salah mu Ali . . . dan sampai kapan Kau di sini kami tidak peduli! Jawab pengawal itu ketus sambil berlalu.
Abun Nawas hanya bisa merenungi nasibnya sambil berpikir bagaimana caranya supaya ia dapat keluar dari penjara itu. Ia teringat istrinya dirumah, kasihan istrinya tentu ia merasa sedih dan bingung atas kejadian yang menimpanya kini. Abu Nawas juga teringat ladangnya yang belum selesai ia tanami kentang, dan membayangkan betapa repotnya sang istri mengurus ladang seorang diri.
Setelah lama merenung dan berpikir akhirnya Abu Nawas menemukan ide. Segera ia menulis surat untuk istrinya di rumah, dan isi surat itu berbunyi,
——————————– AWAL SURAT ABU NAWAS ——————————
Istriku tercinta,
Jangan bersedih dengan keadaanku sekarang ini, Aku baik-baik saja. Sepeninggalku tak usah Kamu kuatir bagaimana kamu menghidupi dirimu sendirian.
Istriku tercinta,
Ketahuilah kalau Kita masih punya simpanan harta karun yang berupa emas, permata dan berlian. Semua itu Aku kubur di ladang kentang di belakang rumah Kita. Cobalah Kau gali pasti Kau akan menemukannya. Gunakanlah untuk mencukupi kebutuhannmu selama Aku di sini.
Suamimu tercinta,
Abu Nawas
——————————– AKHIR SURAT ABU NAWAS ——————————
Setelah selesai menuliskan surat tersebut, Abu Nawas memanggil penjaga dan memintanya untuk mengantarkan surat itu kepada istrinya. Penjaga yang dititipi surat itu penasaran dan membuka surat Abu Nawas untuk istrinya tersebut. Setelah mengetahui isi surat tersebut, sang penjaga melaporkan kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Begitu membaca surat Abu Nawas untuk istrinya tersebut Sultan memerintahkan beberapa pengawalnya untuk pergi kerumah Abu Nawas. Para pengawal tersebut diperintahkan untuk menggali ladang kentang milik Abu Nawas dan mengambil harta karun yang ada di ladang tersebut.
Tak berapa lama kemudian sampailah para pengawal kerajaan di rumah Abu Nawas. Tanpa permisi mereka lalu menuju ke ladang kentang milik Abu Nawas. Mereka menggali ladang kentang tersebut. Istri Abu Nawas yang tidak tau apa-apa heran melihat banyak pengawal menggali ladang kentangnya. Tapi dalam hatinya senang juga karena pekerjaan mencangkul ladang sekarang sudah ada yang mengerjakannya meskipun Abu Nawas tidak ada dirumah.
Sudah seluruh tanah di ladang milik Abu Nawas digali tapi tidak ada harta karun yang dijumpai. Akhirnya para pengawal itu memutuskan untuk menghentikan penggalian dan kembali ke kerajaan dan melaporkan kejadian itu kepada Sultan.
Abu Nawas yang mendengar para pengawal sudah kembali dari rumahnya kemudian menulis surat lagi untuk istrinya.
——————————– AWAL SURAT ABU NAWAS ——————————
Istriku tercinta,
Sultan sudah sangat baik mengirimkan para pengawalnya untuk membantu Kita mengolah tanah di ladang. Sekarang ladang Kita sudah dicangkul semua.
Sekarang Kamu tentu lebih mudah menanam kentang, tidak usah repot lagi mencangkul ladang sebegitu luas.
Sabarlah istriku, Aku akan cepat pulang karena Sultan orang yang bijaksana. Beliau tahu kalau Aku tidak bersalah. Pasti sebentar lagi Aku akan dibebaskan.
Suamimu,
Abu Nawas
——————————– AKHIR SURAT ABU NAWAS ——————————
Surat itu lalu dititipkan kepada penjaga penjara untuk disampaikan kepada istrinya di rumah. Dan sesuai dugaan Abu Nawas, surat itu disampaikan ke Sultan oleh penjaga penjara. Setelah tahu isi surat itu, Sultan merasa malu kepada dirinya sendiri.
Sebagai seorang Sultan yang berkuasa tidak sepantasnyalah Beliau penjarakan Abu Nawas dengan alasan yang tidak jelas. Beliau sadar akan kekeliruannya itu, kemudian memerintahkan pengawalnya untuk membebaskan Abu Nawas dari penjara.